SNANE PAPUA, Sorong – Ikhwanudin alias Abah, terdakwa kasus pencabulan sejumlah santri Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Syafi’iyah, Kabupaten Sorong, divonis hukuman penjara selama 12 tahun dan denda senilai Rp 1 miliar dengan subsider 6 bulan penjara.
Sidang putusan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Rabu (21/2/2024). Adapun majelis hakim yang memimpin jalannya sidang yakni, Fransiskus Yohanis Babthista, SH dengan Hakim Anggota, Bernadus Papendang, SH dan Rivai Rasyid Tukuboya, SH, serta Katrina Dimara, SH sebagai JPU.
Majelis hakim memutuskan terdakwa Ikhwanudin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 82 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (4) Jo Pasal 76E UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Putusan majelis hakim tersebut nyaris sama seperti tuntutan JPU. Dimana sebelumnya JPU menuntut terdakwa Ikhwanudin dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 1 miliar, subsider tiga bulan kurungan dikurangi selama terdakwa ditangkap dan berada dalam tahanan sementara.
Atas putusan tersebut, pihak keluarga dari salah satu korban merasa kecewa karena putusan yang dianggap terlalu ringan. Padahal akibat perbuatan terdakwa, hingga saat ini korban trauma berat.
Keluarga korban sempat menangis di depan ruang sidang untuk meluapkan kekecewaannya terhadap putusan majelis hakim. Menurutnya, terdakwa adalah pedofil yang sepantasnya dapat dihukum lebih berat dari hanya 12 tahun penjara.
“Saya ingin putusan ini bisa dipertimbangkan kembali. Saya hanya ingin memperjuangkan keadilan untuk anak saya, karena akibat kejadian tersebut anak saya menjadi trauma parah. Setiap malam dia terbangun dan berteriak ketakutan. Saya harap ada pihak yang bisa membantu memperjuangkan keadilan untuk kami,” ujar Diah, sesegukan di depan ruang sidang.
Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Siti Umpain, SH mengatakan, terdakwa menerima hasil putusan majelis hakim. Menurutnya secara pribadi, dirinya sebagai orang tua juga tidak setuju terhadap apa yang dilakukan terdakwa Ikhwanudin. Namun pihaknya harus memberikan pembelaan terhadap terdakwa di persidangan sebagai bentuk profesionalitas sebagai pengacara.
“Pada prinsipnya, sebagai orang tua kami juga pasti marah jika mendapat perlakuan seperti itu. Namun pembelaan kami di persidangan itu merupakan profesionalitas dan itu juga hak terdakwa untuk mendapatkan pendampingan hukum. Soal putusan majelis hakim, klien kami sudah menerima. Tapi kalau keluarga korban keberatan, maka dalam 14 hari ke depan mereka boleh mengajukan banding,” terang Siti Umpain kepada awak media.
Diketahui, terdakwa Ikhwanudin merupakan pimpinan pondok pesantren (Ponpes) Salafiyah Syafi’iyah yang yang tega menyetubuhi 3 santrinya. Aksi bejatnya tersebut terungkap atas laporan korban pertama ke Polres Sorong, pada 28 Agustus 2023. Kemudian dua korban lainnya menyusul untuk membuat laporan satu hari setelahnya, yaitu tanggal 29 Agustus 2023.(**)